Mengelola unit komando yang berjaga 24 jam menerima pengaduan masyarakat, serta mengkoordinasikan dengan lembaga lain bukan pekerjaan mudah. Apalagi jika hal itu menyangkut keselamatan jiwa seseorang dan harus berkejar-kejaran dengan waktu.
Meski sempat panik dan tegang, Maryono akhirnya terbiasa dengan rutinitas tersebut. Perawat RSUD Dr Iskak Tulungagung yang menjadi operator command centre Public Safety Community (PSC) Kabupaten Tulungagung ini mengaku memikul tanggung jawab besar memegang unit tersebut. Selain menjadi ujung tombak penyelamatan manusia, unit ini juga menjadi program unggulan Kabupaten Tulungagung.
Sebagai seorang perawat, tindakan penyelamatan manusia dari sisi medis tentu bukan hal baru. Namun mengindetifikasi situasi darurat sejak awal dan menentukan langkah penyelamatan lanjutan menjadi pengalaman baru bagi Maryono. “Apalagi melibatkan lembaga lain seperti polisi, pemadam kebakaran, dan BPBD (badan penanggulangan bencana daerah),” kata Maryono.
Dibantu dua operator yang bertugas menerima telepon, Maryono memastikan dan mengidentifikasi kondisi darurat yang dihadapi. Selain itu lokasi korban juga menjadi penting untuk diketahui secepatnya.
Sembilan layar monitor kecil dan satu panel layar besar yang tediri dari empat monitor menjadi pemandu sekaligus “mata” bagi tim PSC di command centre. Layar ini sekaligus mengetahui posisi korban dan mobil ambulan yang terkoneksi dengan GPS untuk melakukan pertolongan pertama. “Jika lokasi dan situasinya diketahui, kita segera hubungi mobil ambulan atau polisi terdekat,” jelas Maryono.
Sebagai tulang punggung penyelamatan, petugas di ruangan ini dituntut memiliki ketahanan fisik dan konsentrasi tinggi. Sebab tak lucu juga jika ketika panggilan darurat masuk mereka tengah terlelap atau sekedar pergi ke kamar kecil.
Karena itu setiap petugas di ruangan ini dipastikan telah memiliki pelatihan dan pengetahuan khusus tentang penanganan situasi darurat. Selain pengetahuan tentang kasus, mereka juga wajib menguasai operasional perangkat elektronik yang tak sedikit. “Kami disekolahkan ke Malaysia untuk belajar ini,” terang Maryono.
Begitu besarnya tanggungjawab di unit ini, petugas yang ditunjuk telah melalui seleksi tertentu. Sebab cepat tidaknya pertolongan yang diberikan kepada pelapor sangat bergantung dari kesigapan mereka di ruangan.
Meski sistem pelaporan atau pengaduan kepada mereka bersifat terbuka, dimana siapapun bisa menghubungi kontak darurat yang disediakan, Maryono bersyukur belum menjumpai adanya telepon iseng yang melaporkan kejadian palsu.
Kalaupun ada kasus tidak tertolongnya pasien yang telah dilaporkan ke PSC, mayoritas akibat keterlambatan laporan yang masuk. Kurang teredukasinya masyarakat tentang situasi darurat, menurut Maryono, membuat mereka baru menghubungi nomor darurat setelah korban dalam situasi kritis. “Kalau serangan jantung terlambat dilaporkan kan bahaya,” katanya.
Dia berharap masyarakat lebih maksimal mempergunakan layanan panggilan darurat ini untuk menekan resiko keselamatan pasien. Apalagi panggilan tersebut menggunakan system paska bayar yang artinya tak mengharuskan memiliki pulsa terlebih dulu untuk menelepon. Hingga saat ini jumlah panggilan yang masuk masih mencapai 70 – 80 panggilan dalam sebulan.