Bupati Tulungagung Syahri Mulyo berkomitmen membebaskan warganya dari penyakit Tuberculosis (TBC). Dia mempersilahkan pengidap penyakit ini untuk berobat di RSUD Dr Iskak secara cuma-cuma hingga sembuh.
Tak sekedar jargon, Bupati Syahri Mulyo menghadiri sendiri Akselerasi Menuju Indonesia Bebas TB yang diinisiasi Menteri Kesehatan Nina F Moelok di Hotel Redtop Jakarta, Senin 4 Desember 2017. Di forum yang dihadiri pula Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo tersebut, Syahri Mulyo menyampaikan kesiapan infrastruktur Tulungagung dalam memberantas penyakit TBC. “Rumah sakit kami sudah mampu mengobati penderita TBC yang resisten obat (tidak bisa diobati dengan cara biasa/standart),” kata Syahri Mulyo.
Kehadiran Bupati Syahri Mulyo di forum tersebut cukup istimewa. Sebab Syahri Mulyo adalah satu-satunya kepala daerah di Indonesia yang diundang oleh kementerian sebagai bentuk apresiasi atas komitmen pemerintah daerah terhadap dunia kesehatan. Kebijakan Syahri Mulyo pula yang melambungkan Rumah Sakit Umum Daerah Dr Iskak sebagai satu-satunya rumah sakit pemerintah yang memiliki standar pelayanan setara dengan rumah sakit swasta kelas atas.
Direktur RSUD Dr Iskak Tulungagung Dr Supriyanto Harmoredjo, Sp. B, FINACS menjelaskan rumah sakitnya telah menyediakan layanan pengobatan TB hingga paripurna. Sebab hingga kini tak banyak rumah sakit yang mampu melayani tindakan pengobatan terhadap penderita TB yang resisten terhadap obat. “Hanya ada empat rumah sakit di Jawa Timur yang memiliki kemampuan ini,” kata Supriyanto.
Selain RSUD Dr Iskak, tiga rumah sakit lain yang memiliki layanan serupa adalah RSUD Dr Soetomo Surabaya, RSUD Syaiful Anwar Malang, dan RSUD Dr Soedono Madiun. Ketiga rumah sakit tersebut berstatus milik Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Sementara RSUD Dr Iskak adalah satu-satunya rumah sakit milik pemerintah daerah tingkat dua atau kabupaten yang memiliki layanan tersebut.
Dr Supriyanto menjelaskan, ada sejumlah alasan yang membuat rumah sakit pemerintah enggan memberikan layanan pengobatan TBC resisten. Alasan utama adalah tidak dikenakannya biaya pengobatan bagi penderita alias cuma-cuma. “Banyak yang keberatan karena ini adalah layanan yang merugi,” kata dokter spesialis bedah ini.
Namun karena kepiawaian pengelolaan anggaran di instansi RSUD Dr Iskak, manajemen bisa mengalokasikan biaya berobat gratis tersebut tanpa syarat. Bahkan alokasi biaya untuk pengobatan pasien miskin pun tak lagi bergantung pada APBD.
Selain mengobati, RSUD Dr Iskak juga berperan mencegah penularan virus TBC di lingkungan rumah sakit. Salah satunya dengan membangun tempat khusus membuang ludah atau ruang dahak. Tempat yang menyerupai bilik ATM (Anjungan Tunai Mandiri) ini berada di dekat tempat tunggu pasien, atau di depan ruang Gymnasium.
Pembuatan bilik dahak ini juga diatur sedemikian rupa untuk menghindari resiko penyebaran penyakit melalui udara. Selain lokasinya yang berjarak dengan tempat duduk, bilik ini ditempatkan di bawah sinar matahari langsung. Ini lantaran bakteri penyakit termasuk TBC akan binasa di bawah sinar matahari yang terik.
Di dalam bilik itu juga terdapat wastafel sebagai tempat pembuangan dahak yang dilengkapi cairan pembersih tangan. Sehingga setiap dahak yang terbuang akan mengalir ke tempat tertutup dan tak akan terpapar udara bebas. “Kami mengajak pengunjung rumah sakit untuk bersama-sama melawan TBC,” kata Supriyanto.