Perjuangan Dokter Iskak, Dari RumahSakit Hingga Medan Pertempuran

Kebesaran institusi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Iskak Tulungagung telah dikenal luas di tanah air. Rumah sakit ini menjadi ikon pelayanan kesehatan terbaik yang banyak diadopsi rumah sakit di Indonesia. 

Meski bukan berada di kota besar dan berstatus rumah sakit pemerintah atau plat merah, RSUD dr. Iskak menjadi rujukan pelayanan kesehatan di Jawa Timur bagian Selatan dengan segudang pencapaian tingkat nasional dan internasional. 

Jauh sebelum rumah sakit ini moncer, perjuangan seluruh civitas hospitalia di dalamnya dilalui penuh onak dan duri. Termasuk perjuangan para pendahulu yang merintis berdirinya rumah sakit ini. 

Dari sederet perintis rumah sakit ini, salah satu yang terkenal adalah dr. Iskak. Ia adalah pemimpin keenam di rumah sakit ini, yang namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit hingga sekarang.

Lahir di Tulungagung pada 19 April 1913, Iskak merupakan putra kedua (dari empat bersaudara) pasangan Moenandar dengan Askamah. Sejak kecil ia diasuh oleh kakak ayahnya, Abdoel Moentalib yang tidak memiliki putra kandung. Meski terpisah, rumah Moenandar dengan Abdoel Moentalib hanya beberapa puluh meter saja. 

Masa kecil Iskak dihabiskan untuk dua hal, yakni belajar membantu ayah angkatnya, Abdoel Moentalib yang merupakan pengusaha batik tulis di Jl dr Soetomo (sekarang Rumah Makan Bima)Tulungagung. Iskak kecil sangat disayang oleh Abdoel Moentalib maupun Moenandar, yang juga pengusaha batik tulis.

Hal itu karena ia sangat pintar mengambil hati orangtuanya. Iskak juga pintar dalam ilmu pelajaran di Sekolah Rakyat (SR). 

Kesukaannya sejak kecil dalah berkuda. Pernah ia terjatuh hingga memar-memar saat berkuda dengan kakaknya, Markani yang saat itu menjadi guru. Abdoel Moentalib pun marah kepada Markani yang dianggap lalai dalam mengasuh dan mengawasi adiknya.

Selepas SR, Iskak melanjutkan pendidikan hingga jenjang Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan menyandang gelar dokter pada Agustus 1943. Saat itu usianya sekitar 30 tahun. Begitu lulus ia bekerja di bagian interne RSUP Jakarta hingga Oktober 1943.

Pada November 1943 hingga Agustus 1945 ia pindah kerja di Rumah Sakit Tentara Jepang (Rikugun Byoin) Magelang. Di rumah sakit itu hanya ada dua dokter yang orang Indonesia, yakni dr. Iskak dan dr. Harjono. Lainnya merupakan dokter asal Jepang. Maklum, saat itu Indonesia sedang dijajah Jepang. 

Berkecamuknya perang kemerdekaan menggugah jiwa nasionalisme Iskak muda. Bersama pemuda Indonesia lain, dr. Iskak ikut berperang mengusir Jepang dari bumi Indonesia.

Hingga akhirnya, Soekarno-Hatta mengumandangkan kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945. Setelah Indonesia merdeka, dr. Iskak bekerja di lingkungan ABRI dengan pangkat Mayor Kesehatan. Pada September 1945 ia bertugas di Tulungagung. Saat itu ia juga sempat terlibat pertempuran di Surabaya. 

Saat itu dirinya bersama pasukan yang dipimpin Mayor Singgih, bagian dari Resimen Kediri di bawah komando Kolonel R Soerachmad, mendapat tugas untuk menghadapi ultimatum pasukan Sekutu.

Pasukan berangkat pada 9 November 1945. Mereka bertempur di seputar Petemon, Surabaya. Pertempuran Surabaya yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan dimenangkan pejuang tanah air. 

Usai pertempuran yang heroik itu, dr. Iskak dipindahkan ke Resimen 16 Kediri. Sesuai bidangnya, dr. Iskak bekerja sebagai dokter di resimen tersebut. Tepatnya menjabat wakil Kepala Kesehatan Resimen 16 Kediri.

Masih dalam suasana kemerdekaan, dr. Iskak menyunting RA Soedjiati, seorang gadis kelahiran Jogjakarta yang bertugas sebagai guru Bahasa Inggris di Tulungagung. Perkenalan keduanya terjadi karena guru bahasa Inggris yang ayu itu indekost di rumah dr. Chusain, di Kelurahan Kepatihan. Antara dr Chusain dengan dr. Iskak berteman akrab.

Pada akhir bulan Desember tahun 1948, Bupati Tulungagung R. Moechtar Prabu Mangkunegoro pertama kali menunjuk dr. Iskak menjadi pimpinan rumah sakit, yang kala itu sedang diungsikan keluar kota. Selama tahun 1949  rumah sakit mengalami perpindahan sebanyak 9 kali. Pada akhirnya menetap di dekat pantai (daerah Sine) sehingga hubungan dengan pemerintah di pusat terhenti.

Seiring terjadinya perdamaian dengan pihak Belanda, rumah sakit dikembalikan di dalam kota Tulungagung dan tetap di bawah kepemimpinan dr. Iskak.  Tantangan dan hambatan  untuk mengelola rumah sakit bermunculan. Di antaranya keterbatasan dana, sarana dan prasarana.

Dalam kurun waktu satu tahun, rumah sakit ini mendapatkan droping dana satu kali. Sedangkan kekurangannya harus diupayakan oleh pihak rumah sakit. 

Untuk mensiasatinya, dr. Iskak dan kawan-kawan mengadakan kerjasama dengan masyarakat sekitar rumah sakit untuk bercocok tanam. Mereka bercocok tanam padi dan jagung dengan sistem tumpangsari pada lahan 10 hektar atas seizin bupati. Hal ini guna memenuhi kebutuhan pasien dan mencukupi pangan karyawan rumah sakit. Melalui terobosan yang dilakukan dr. Iskak, kebutuhan rumah sakit dan kebutuhan pangan karyawan yang berjumlah 200 orang dapat teratasi.

Sementara untuk mendapatkan protein, pihak rumah sakit mengadakan penyembelihan sapi sendiri. Sebagian daging sapi untuk lauk pauk pasien, sisanya dijual ke masyarakat. Sedangkan untuk tambahan keuangan, pimpinan beserta pegawai rumah sakit secara gotong royong menciptakan home industry, yakni membuat sabun yang bahannya dari abu dan minyak kelapa. 

dr. Iskak juga sosok yang sangat peduli dengan rakyat kecil. Hal itu tercermin dari kebijakannya yang membebaskan biaya berobat untuk masyarakat tidak mampu, termasuk tukang becak. Selain tukang becak, polisi dan tentara juga gratis setiap kali berobat.

Ia juga sangat disiplin dalam mengelola rumah sakit. Termasuk penyimpanan anak kunci rumah sakit.Anak kunci harus diletakkan di tempat yang telah disediakan. Pernah suatu hari salah satu karyawan rumah sakit mengantongi anak kunci tersebut. Begitu ketahuan oleh dr. Iskak, karyawan  itu mendapat hukuman berupa memakai jas dokter selama jam kerja. Hukuman yang unik dan tanpa unsur kekerasan.

Pada 13 Maret 1970, dr. Iskak terpaksa meninggalkan rumah sakit Tulungagung karena mendapat tugas baru sebagai pengawas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Sembilan tahun kemudian, tepatnya 29 Oktober 1979 dr. Iskak menghembuskan nafas terakhir. Beliau merupakan salah satu  putra terbaik Tulungagung. Karena jasa-jasanya yang besar,Kodim 0807 Tulungagung menginginkan jenazah dr. Iskak untuk dimakamkan di Taman Makam PahlawanRejoagung. Namun seluruh keluarga memohon agar jasadnya dikebumikan di TPU di Kelurahan Botoran.

Selanjutnya, nama dr. Iskak diabadikan sebagai  nama rumah sakit daerah Tulungagung dengan Keputusan Bupati Tulungagung Nomor 945 tahun 2001 tanggal 9 Nopember 2001 tentang  pemberian nama rumah sakit dr. Iskak.

Pemberian nama itu dilakukan dengan pertimbangan:

1. Dokter Iskak merupakan salah satu tokoh pejuang yang mempunyai andil besar dalam perjuangannya merebut kemerdekaan

2. Dokter pemerintah yang pertama kali diserahi tugas memimpin rumah sakit oleh Bupati Tulungagung, R. Moechtar Prabu Mangkunegoro

3. Peran dr. Iskak dalam memajukan rumah sakit, mulai zaman revolusi hingga kemerdekaan

4. Dokter Iskak putra kelahiran asli daerah Tulungagung yang mengabdi di Tulungagung

5. Dokter Iskak sangat terkenal di wilayah Kabupaten Tulungagung, sehingga dengan  memakai nama dr. Iskak diharapkan rumah sakit ini akan lebih memasyarakat (HUMAS/KAR)

Berita Terbaru

Berita Lainnya

Polling

Apakah website ini bermanfaat untuk Anda?